Don’t Overthink: Mengatasi Ketakutan-Ketakutan Sebelum Berangkat ke Jepang
Halo semuanya, di post kali ini saya ingin berbagi mengenai ketakutan-ketakutan dan beban pikiran saya sebelum berangkat ke Jepang. Mungkin bagi teman teman yang baru saja, atau sebentar lagi, menerima pengumuman seleksi masuk universitas atau beasiswa, saat ini sedang merasakan kegembiraan dan eforia karena akan menempuh kehidupan baru di Jepang. Namun, perlahan excitement itu akan mulai berkurang seiring banyaknya hal yang harus diurus menjelang keberangkatan dan harus bersiap untuk beradaptasi di lingkungan yang sepenuhnya baru, baik dari segi bahasa, kebudayaan, cuaca, maupun standar akademis. Maka, saya ingin membagikan beberapa hal yang sebenarnya menjadi momok bagi mahasiswa asing di Jepang, namun sebenarnya tidak seburuk yang kita pikirkan!
Ketakutan #1 : Orang Jepang tidak bisa berbahasa Inggris dan ketat terhadap aturan yang sulit diikuti oleh orang asing.
Kenyataan : Hal ini memang benar adanya, namun bukan berarti teman teman perlu merasa minder terhadap segala tatanan kehidupan di Jepang karena semua dibuat informatif dan kehadiran teknologi bisa sangat membantu. Berdasar pengalaman saya, meskikpun saya tidak bisa berbahasa Jepang, hampir semua pelayanan publik sangat ramah terhadap pelanggan, termasuk orang asing yang tidak bisa berbahasa Jepang sekalipun. Namun, teman teman harus tetap mau belajar bahasa Jepang meskipun sekedar untuk kebutuhan survival. Install aplikasi google translate di android dan biasakan penggunaan bahasa Jepang untuk kebutuhan sehari hari. Orang Jepang tidak akan sungkan untuk menurunkan standar bahasa Jepang mereka ke standar kita jika kita meminta demikian. Kalimat yang sering saya ucapkan ketika berhubungan dengan orang Jepang di telpon dan tidak ada yang bisa menterjemahkan adalah “Kantan nihon go de, hanasemasuka?” yang artinya “bisakah anda berbicara dengan bahasa Jepang yang mudah?”. Untuk berbagai peraturan peraturan yang sangat baru bagi kita, semisal soal pemilahan sampah, asuransi, dan lain lain: hal hal tersebut sudah banyak tersedia dalam bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya. Kalaupun tidak ada, teman teman bisa pakai scanner di aplikasi google translate. Jadi, hal hal seperti ini memang perlu penyesuaian tapi bisa dengan sangat mudah teratasi dengan teknologi.
Ketakutan #2 : Transportasi sangat maju, namun sangat rumit untuk dipahami oleh orang asing yang di negara asalnya lebih sering naik kendaraan pribadi. Orang asing rentan tersesat jika berpergian sendirian.
Kenyataan : sistem transportasi di Jepang terhubung secara akurat dengan Google Maps, dan segala informasi di stasiun disertai dengan bahasa Inggris. Jika teman teman nanti tinggal di kota dengan stasiun stasiun kecil yang segala sesuatunya ditulis dengan huruf kanji, istilah istilah kanji di stasiun tidak sulit untuk dihafalkan bentuknya. Nih sedikit bantuan untuk kereta :
· 普通 (futsuu) : local train. Kereta ini akan berhenti di semua stasiun yang dilewati, termasuk stasiun kecil. Biasanya speednya agak lambat. Cocok untuk perjalanan dekat. Jika teman teman tidak yakin apakah stasiun tujuan adalah stasiun besar atau kecil, naiklah local train. Aman hahah
· 快速 (kaisoku) : express train. Kereta ini akan berhenti di stasiun stasiun besar dan stasiun agak besar tapi tidak berhenti di stasiun kecil. Pernah salah naik kereta ini waktu mau ke kampus, padahal stasiun terdekat dari kampus adalah stasiun kecil. Jadi bablas deh.
· 急行 (Kyukou) : rapid train. Kereta ini biasanya hanya berhenti di stasiun stasiun besar, biasanya digunakan untuk perjalanan antar kota.
· 特急 (tokyyu) : special rapid. Kereta ini pada dasarnya mirip dengan rapid train, tapi di special rapid harus reserve tiket terlebih dahulu, jadi tidak berdesak desakan.
· 新幹線 (Shinkansen) : Bullet train.
· 行き (Yuki) : Tujuan (akhir) kereta tersebut.
· 駅 (Eki) : Stasiun
Yang tidak kalah penting adalah hafalkan kanji kanji nama stasiun yang sering menjadi tujuan teman teman, supaya tidak nyasar.
Ketakutan #3 : Orang Jepang sangat workaholic, kaku dan sulit membaur dengan orang asing. Suasana studi di kampus dan penelitian akan terasa kaku dan stressful, seperti cerita-cerita bapak kita dulu.
Kenyataan : Tergantung kepribadian dan lingkungan masing-masing. Orang Jepang juga manusia guys, sama kaya kita. Ada yang ramah, ada juga yang dingin. Ada yang kehidupan sehari-harinya di kantor, ada yang di pabrik, ada yang di kampus, dan lain lain. Ada yang tertib, ada juga yang bebal. Contrary to post post viral di socmed Indonesia, saya juga pernah kok menemukan sampah dibuang sembarangan, pernah juga janjian sama orang Jepang yang terlambat, pernah juga lihat orang Jepang yang kebingungan membayar bus fare, dan lain lain. Sama. Mereka manusia seperti kita. The point is, kenali lingkungan anda. Saya kuliah di fakultas yang sangat internasional lingkungannya, dosen-dosen dan mahasiswa lokal disini hampir semua mendapat international exposure. Mereka sangat biasa hidup berdampingan dengan orang asing, dan bisa memahami perbedaan budaya. Singkatnya, open minded lah. Staff-staff akademik di fakultas saya juga oke punya: sangat ramah, ringan tangan, helpful, dan kebanyakan bisa bahasa Inggris. Bisa tuh setiap kali saya ada permasalahan dan minta informasi dari academic office, 4-5 orang di kantor jadi ikutan nimbrung pengen ikutan bantu jawab. Jadi, kenali lingkungan anda. Kontak senior yang ada di lab atau fakultas untuk mencari tahu keadaan real kampus dan tidak menjadi beban pikiran.
Ketakutan #4 : Sebagai Muslim, akan sulit untuk beribadah dan makan halal. Orang Jepang suka mengadakan pesta minum minum, saya akan terisolasi.
Kenyataan : Tidak semua makanan haram dan semua tempat digunakan untuk mabuk gaes. Tapi teman-teman tetap perlu menghafal kanji kanji makanan yang tidak aman dikonsumsi bagi Muslim. Memang jarang makanan tersertifikasi halal, tapi makanan yang in Shaa Allah aman teman teman bisa tetap jumpai kok. Kalau mager, silakan join grup grup Halal Food Japan di Facebook, biasanya akan ada yang dengan sukarela menginfokan makanan mana yang aman dan tidak aman dimakan. Kalau masih mager, pakailah google translate photo scanner, foto kompisisinya, translate, baca, simpulkan. Easy! Soal tempat ibadah, hampir setiap kota ada masjid yang bisa digunakan untuk jumatan. Di kampus, di setiap fakultas sudah banyak mushola yang representatif untuk solat fardhu.
Selain itu, teman teman akan berhadapan dengan undangan undangan nomikai atau party makan makan yang ada sake atau bir. Pertama, teman teman punya pilihan untuk tidak memenuhi undangan tersebut. It’s okay. Kedua, teman teman bisa tetap datang, tapi minum jus, which is the best choice menurut saya pribadi. Mereka akan sangat paham dengan food restriction teman teman dan sangat welcome jika teman teman mau datang dan berbaur. Perlu teman teman ketahui, suasana nomikai dan kampus seperti kehidupan terpisah. Di acara minum minum seperti tidak ada sekat antara dosen dan mahasiswa, semua bisa mengobrol santai sambil bonding, yang mana merupakan kesempatan baik untuk bisa saling mengenal satu sama lain.
Jadi kira kira begitu perbedaan ekspektasi dan kenyataan yang saya alami selama hampir setahun di Jepang. Tidak 100% akurat, tapi paling tidak kehidupan di Jepang tidak se intimidatif yang saya bayangkan sebelum berangkat. Overall, it is great!
Comments
Post a Comment